Best Patner

Sunday 18 May 2014

Demokrasi Di Aceh Masih Sebatas Slogan



Fenomena Menjelang Pemilu
Menjelang pesta demokrasi Pemilu Sembilan April 2014 yang akan dilaksanakan di Aceh dan diseluruh Indonesia telah mengalami berbagai gesekan politik dari berbagai partai dan elemen masyarakat, sehingga seringkali gesekan tersebut membawa kepada perbuatan anarkis yang dapat merugikan seluruh lapisan masyarakat yang menetap di Aceh.

Kita telah mengetahui berbagai fenomena yang terjadi di Aceh, seperti yang terjadi di Aceh Utara, baik yang kita lihat langsung, berita yang berkembang dari mulut ke mulut masyarakat, membaca dimedia cetak atau melihat dimedia elektronik tentang praktik anarkis yang dilakukan oleh oknum tak bertuan yang sering disebut OTK, mulai teror, penganiayaan, perusakan baliho Caleg, penurunan bendera partai, pembakaran mobil Timses sampai dengan pembunuhan.

Penurunan bendera partai, peneroran dan perusakan baliho Caleg hampir terjadi diseluruh Aceh Utara dan ini membuat kubu partai yang merasa dirugikan dengan kajadian itu menjadi marah dan kesal, walau kadang kemarahan dan kekesalan tidak mereka perlihatkan karena simpatisan masih sedikit, pion dilapangan yang masih minim  atau karena partai mereka bukan dari partai yang berkuasa.

Puncak anarkisme itu terjadi saat seorang kader PNA dikeroyok sehingga terbunuh di Beurghang Kecamatan Kutamakmur, tepatnya di desa Langkuta, yaitu atas nama Juwaini (44) penduduk desa Ceumeucet Kemukiman Keude Krueng yang masih kecamatan setempat (Serambi Indonesia, 03 Februari 2014), inilah tumbal pertama menjelang pesta demokrasi Sembilan April 2014 di Aceh Utara.

Ikrar pemilu damai yang dilaksanakan Pemerintah Aceh pada tanggal Tujuh Februari 2014 di Banda Aceh yang diikuti oleh 13 partai politik dari 14 partai politik peserta pemilu legislatif 2014. Namun partai politik PNA tidak menghadirinya, dengan dalih karena mereka sedang mengunjungi rumah korban penganiayaan di Kutamakmur dan sebagai sikap kekecewaan mereka terhadap penegak hukum karena belum mampu menangkap pelaku pembunuhan kadernya.
Kapolda Aceh Irjen Pol. Herman Effendi yang juga fasilitator ikrar damai menyampaikan harapannya, agar dengan dilaksanakan ikrar damai tersebut semoga tercipta saling menghargai dan menghormati antara peserta pemilu di Aceh yang akhirnya akan memberikan suasana damai selama pelaksanaan pemilu di Aceh. Untuk itu perlu adanya komitmen nyata dari seluruh peserta pemilu (Kabar Investigasi).

Masyarakan Aceh Utara yang tergabung dalam berbagai LSM sangat menyesalkan terjadi teror, penganiayaan, pengrusakan dan pembunuhan, karena tujuan dari pemilu itu adalah untuk memilih presiden dan wakil rakyat yang siapapun terpilih dari berbagai macam partai tetap akan bekerja demi seluruh rakyat Aceh, juga akan melaksanakan dan menerapkan butiran – butiran MoU sesuai dengan amanah MoU Helsinky 15 Agustus 2005 yang lalu.

Namun praktik politik anarkis tidak berhenti disini saja, pembakaran mobil Caleg PA di Geudong yang dilakukan oleh OTK juga terjadi sepanjang Februari 2014, penembakan posko Nasdem di Matangkuli Minggu 16 Februari 2014 yang membuat Mabes Polri di Jakarta menggeliat dan akan mengirim tim khusus untuk menangani masalah ini (Serambi Indonesia). Dan pembakaran rumah T. Husaini Caleg Nasdem di Jungkagajah kembali terjadi Jum’at 21 Februari 2014.

Keamanan Rakyat Terganggu
Dari berbagai kejadian anarkisme yang terjadi menjelang pemilu Sembilan April mendatang, mulai perusakan sampai dengan pembunuhan membuat masyarakat Aceh merasa kurang aman, tidak nyaman dan ketakutan, apalagi kejadian - kejadian ini terjadi disamping tempat tinggal mereka, ini sangat berpengaruh terhadap psikologi dan mental mereka. Apalagi selama 20 tahun mereka tinggal didalam konflik antara Pemerintah Republik Indonesia (RI) dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dalam berbagai jenis nama operasi yang digencarkan pemerintah pusat.

Padahal Aceh sendiri adalah provinsi yang menjalankan Syariat Islam, yang sudah pasti dalam setiap ruang lingkup individu masyarakatnya dituntut mengamalkan Syariat Islam tersebut, sehingga konflik baru, saling mencurigai, saling meneror dan pengrusakan antara sama – sama partai politik tidak perlu terjadi, karena dalam mengembankan tugas kedepan sebagai wakil rakyat apabila terpilih adalah dengan mengharap ridha Allah, walau ia dari partai politik manapun asal masih seaqidah.


Pihak keamanan sangat dituntut untuk menangkap seluruh provokator, premanisme, pengadu domba dan orang – orang yang memperkisruh suasana Aceh menjelang pemilu ini, agar damai yang telah dibina di Aceh selama hampir 14 tahun dapat berkesinambungan sampai seterusnya tanpa ternodai, dan pihak keamanan juga mampu dan bisa menjaga kemanan para politisi dan masyarakat sipil menjelang pemilu, agar kesan bagi kita semua, pemilu adalah pesta rakyat bukan malapetaka bagi rakyat.

Oleh: Zulkifli (Joel Buloh)
Email: joel_buloh@yahoo.com

No comments:

Post a Comment