Best Patner

Wednesday 28 May 2014

Pernikahan Setelah Berzina, Ala Syariat kah?



Pernikahan adalah sesuatu yang sakral, dengan pernikahan manusia dapat mengembangkan keturunannya, nah ini terjadi bila pernikahan itu dilaksanakan sesuai dengan hukum pernikahan itu.

Setiap manusia yang normal dan telah baligh (sampai umur) atau yang sudah dewasa memiliki hasrat dan niat untuk membina rumah tangga lewat pernikahan yang sahih (sah), ini pun terlaksana bila ia memiliki kecukupan dan telah memenuhi beberapa persyaratan.

Hakikat Pernikahan
Islam telah menganjurkan kepada manusia untuk menikah, karena di dalamnya ada banyak hikmah. Pernikahan merupakan fitrah setiap manusia. Manusia diciptakan Allah SWT sebagai makhluk yang berpasang-pasangan. Seorang lelaki membutuhkan wanita, begitu pun sebaliknya, wanita membutuhkan lelaki. Ini adalah fitrah yang Allah berikan kepada manusia.
Islam diturunkan Allah SWT untuk menata hubungan kedua insan agar menghasilkan sesuatu yang positif bagi umat manusia dan tidak membiarkannya berjalan semaunya sehingga menjadi penyebab bencana.
Dalam pandangan Islam, pernikahan adalah akad yang diberkahi. Di mana seorang lelaki menjadi halal bagi seorang wanita begitu pula sebaliknya. Mereka memulai perjalanan hidup berkeluarga yang panjang, dengan saling cinta, tolong menolong dan toleransi.
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya, ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.” (QS Ar Rum: 21).
Tujuan pernikahan selain mengikuti sunnah Rasulullah dan memperbanyak keturunan adalah untuk mendapatkan ketenangan dalam kehidupan karena iklim dalam rumah tangga yang penuh dengan kasih sayang dan mesra. Namun, proses membina pernikahan yang sakinah, mawaddah dan warahmah serta bahagia sering tidak semulus yang dibayangkan oleh kebanyakan pasangan.
Bahkan ini terjadi bukan saja ditengah - tengah pernikahan, namun kadang kala pernikahan yang dilakukan bukan dari keinginan atau dari suatu perencanaan, tapi karena suatu hal yang memaksa mereka untuk menikah, atau dinikahkan karena suatu denda adat dalam suatu daerah.
Zina
Zina Ialah persetubuhan yang dilakukan oleh seorang lelaki dengan seorang perempuan tanpa nikah yang sah mengikut hukum syarak (bukan pasangan suami isteri) dan kedua-duanya orang yang mukallaf, dan persetubuhan itu tidak termasuk dalam takrif (persetubuhan yang meragukan).

“Perempuan yang berzina dan lelaki yang berzina, hendaklah kamu sebat tiap-tiap seorang dari kedua-duanya 100 kali sebat, dan janganlah kamu dipengaruhi oleh perasaan belas kasihan terhadap keduanya dalam menjalankan hukum Agama Allah, jika benar kamu beriman kepada Allah dan hari Akhirat, dan hendaklah disaksikan hukuman siksa yang dikenakan kepada mereka itu oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman”. (Surah An- Nur ayat 2)

Menikah Setelah Berzina
Aceh adalah suatu daerah di Indonesia yang identik dengan Syariat Islam, sehingga sudah sejak lama Aceh telah berkeinginan menjalankan Syariat Islam secara kaffah (sempurna) dalam semua sektor.

Bahkan pusat telah mempromosikan Aceh sebagai daerah penerapan Syariat Islam, yang membuat daerah - daerah lain ada yang cemburu dan ada yang takut dengan bermacam - macam asumsi terhadap Aceh dan Syariat Islam.

Namun, nama yang begitu besar dilakab (dinamkan) untuk Aceh sungguh sangat memilukan bila kita melihat secara langsung di Aceh, dimulut mengatakan syariat tapi korupsi makin merajalela, perzinaan, mesum, khalwat dan pakaian yang tidak islami dimana-mana.

Dalam menjalankan hukum adat pun di Aceh, ada juga daerah yang tidak relevan dengan syariat Islam, bahkan ini menjadi hukum baru dalam peradaban Aceh. Memandikan pelaku khalwat dengan air got, mengarak pelaku mesum di pasar-pasar dan keramaian, bahkan ada pula yang menikahkan pelaku mesum yang tertangkap saat melakukan hubungan suami istri.

Adapun hukuman bagi pelaku zina itu tergantung siapa yang berzina, apakah pelaku zina itu sudah menikah atau belum. Dalam Al-quran Surat An-Nuur ayat 2 di jelaskan “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman”,  ini dijatuhkan kepada para pelaku zina yang belum menikah.  
Dari Ibnu Abbas ra. bahwa Umar bin al-Khattab berkhutbah, "Sesungguhnya Allah SWT mengutus nabi Muhammad SAW dengan haq dan juga menurunkan kepadanya Al-Kitab (Al-Qur'an). Dan di antara ayat yang turun kepadanya adalah ayat rajam. Kami telah membacanya dan memahaminya. Dan Rasulullah telah merajam dan kami pun juga telah merajam. Sungguh aku khawatir setelah masa yang panjang nanti akan ada seorang yang berkata, "Kita tidak mendapati keterangan tentang rajam di dalam Qur'an." Maka orang itu telah menyesatkan dengan meninggalkan faridhah (kewajiban) yang telah Allah turunkan. Hukum rajam adalah benar bagi pezina baik laki-laki maupun perempuan yang muhshan, yaitu bila telah ditegakkan bayyinah (saksi) atau pengakuan. Demi Allah, jangan sampai ada orang yang mengatakan bahwa Umar telah menambahi ayat Al-Qur'an. (HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmizy dan An-Nasai), sedangkan hadits ini adalah hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku zina yang sudah pernah menikah.
Maka Islam tidak mengajarkan atau memerintahkan seseorang yang kedapatan sedang berzina untuk dinikahkan walau nikahnya sah, tetapi Islam memerintahkan pengosongan rahim kepada pelaku zina, apakah ia hamil dengan perzinaannya? Sehingga bila ia hamil, maka jelas anak yang dikandungnya itu adalah anak dari hasil perzinaannya.
Bila menikahkan pelaku zina, maka secara langsung kita telah menyembunyikan status anak yang akan lahir kelak. Coba bayangkan dalam satu hari kita telah menikahan pelaku zina lima orang seluruh Aceh, maka 20 tahun yang akan datang, Aceh akan dikuasai dan dihuni oleh anak-anak yang tidak jelas statusnya. Apakah yang akan terjadi dengan Aceh? Jangan salahkan anak zina, namun kesalahan kepada ibunya yang berzina dan kesalahan bagi mereka yang menyembunyikan statusnya.

No comments:

Post a Comment