Best Patner

Sunday 18 May 2014

Politik “Dag Dig Dug”




Menjelang pemilu Legislatif April 2014 yang akan datang, semua komponen masyarakat merasa “dag dig dug”, mulai dari tingkat masyarakat biasa, timses, para pengurus partai, dan para caleg.

Masyarakat biasa merasa “dag dig dug” dengan bermacam – macam isu yang berkembang dalam masyarakat, seperti isu yang yang berkembang di beberapa daerah di Aceh, bila partai ini tidak menang akan terjadi perang yang lebih dasyat lagi dari masa DOM. Timses merasa “dag dig dug” bila caleg yang ia usung dan dukung tidak menang, para pengurus partai merasa “dag dig dug” bila partainya tidak mengdominasi kursi di parlemen Legislatif kelak. Para caleg merasa “dag dig dug” bila tidak terpilih menjadi anggota dewan periode 2014 sampai dengan 2019 mendatang, dan juga mereka merasa “dag dig dug” bila tidak mampu mengembalikan kekayaannya yang terkuras ketika dipakai saat kampanye.

Politik Menjelang April 2014
Seakan - akan suhu alam yang panas dan kegersangan bumi Aceh dari curahan hujan memberi dampak terhadap suhu politik, ini terlihat dari berbagai macam kejadian di Aceh menjelang pemilu Legislatif April 2014 mendatang.

Bukan saja kekerasan dan anarkisme yang dilakukan oleh oknum – oknum yang tak bertanggung jawab, namun suhu politik itu sangat mempangaruhi perekonomian masyarakat, sehingga dengan dag dig dug masyarakat menunggu bantuan dan ulur tangan para caleg, bukan saja cuma kalender, poster caleg yang ditempel di dinding – dinding kios dan rumah, baliho atau spanduk yang masyarakat terima. Namun mereka mengharap para caleg itu beranii mengontrak politik dengan mereka, berapa bayaran untuk jumlah suara sekian.

Umpamanya masyarakat di kampung saya didatangi caleg dari beberapa partai, mereka masuk kemesyarakat melalui beberapa kegiatan kemasyarakatan, yaitu dengan memberikan sumbangan untuk kegiatan dakwah Islamiyah, membelikan seragam untuk pemain bola kaki, dan itu semua mereka berikan dengan serta merta yang ujung – ujungnya cuma mengharap beberapa suara yang memilih mereka, lalu secara pasti dan perlahan mereka menyampaikan visi dan misinya, mengatakan dirinya yang terbaik yang mampu memberikan perubahan untuk Aceh dan hanya merekalah yang mampu mensejahterakan  rakyat Aceh.

Anehnya, cerita seorang teman yang berprofesi sebagai penjual di kios, dia didatangi seorang caleg dan diminta mencarikan suara untuk dirinya, bila suaranya terkumpul banyak pada hari H, maka caleg itu akan menyulap kiosnya menjadi supermarket, ini disertakan dengan pambagian kelender dan kartu nama yang puluhan lembar.


Trik Pemikat Hati Rakyat
Dengan hanya menghitung jari, tinggallah beberapa hari lagi pesta demokrasi pemilu legislatif 2014, timses dan caleg kian giat mencari trik dan strategi untuk memikat hati rakyat agar memilih mereka.

Mulai dengan money politic, mengumbar janji, menjual ayat dan hadist, dan pendekatan kekeluargaan, yang tujuannya mencari simpatisan dan pendukungnya.

Misalnya, saat sedang rapat untuk mengadakan dakwah Islamiyah dalam rangka memperingati Maulid Nabi Besar Muhammad Saw di kampung saya, tiba - tiba bangun seorang warga yang kebetulan timses dari seorang caleg sebuah partai mengajukan tangan, ia mengatakan dana untuk mengundang tengku penda’i kami yang tanggung, dan bantuan ini cuma - cuma dari kami, tapi kami hanya mengharap panitia memberikan waktu 15 menit untuk caleg kami memberikan kata - kata sambutan nanti.

Lain lagi cerita teman saya, saat pemuda di desanya sedang main bola kaki, tiba - tiba datang caleg membawa dua buah bola kaki merek Mikasa, setelah menyerahkan bola tersebut, si caleg meminta waktu 10 menit untuk memperkenalkan dirinya lebih lanjut, siapa dirinya, dari partai mana ia dan nomor berapa ia dalam partainya, yang ujung - ujung mengumbar janji, katanya: bila saudara semua memilih saya dan saya terpilih sebagai salah seorang anggota dewan April mendatang, saya akan memberikan 30 % aspirasi saya nanti untu kemajuan sepak bola disini.

Politik “Dag Dig Dug”
Politik “dag dig dug” ini tidak sepenuhnya diharapkan oleh setiap unsur masyarakat, tegantung dari bagian mana masyarakat itu datang, kalau ia caleg, maka “dag dig dug” ia akan tidak terpilih sungguh sangat tidak diharapkan, demikian lagi “dag dig dug” timses dan pengurus partai. Namun bagi masyarakat yang “dag dig dug” nya rezeki nomplok,  ini sangat diharapkan, karena tanpa bekerja keras dan hanya  engatakan ia, saya akan memilih kamu nanti, langsung dapat 50.000 sampai dengan 100.000.

Namun kembali lagi kepada kita sebagai masyarakat, apakah akan memilih anggota dari orang-orang yang pernah membuat hati kita “dag dig dug” dengan buah tangan dan umbalan janjinya bila menang kelak?
Padahal memilih para wakil rakyat harus benar - benar menggunakan hati nurani yang ikhlas, bukan cuma mengharapkan apa yang ia berikan kepada kita, tapi harus kita pilih orang - orang yang telah kita kenal pribadi dan latar belakangnya, sehingga kita benar-benar memilih wakil rakyat yang merakyat, bukan setelah kita pilih menjadi rajanya rakyat.


Oleh : Zulkifli  (Joel Buloh)

No comments:

Post a Comment