Best Patner

Tuesday 4 November 2014

Siapakah Manusia Itu?



Bumi adalah suatu planet yang dihuni oleh berbagai macam makhluk hidup dan makhluk mati, ada yang namanya manusia, hewan, dan tumbuhan.

Salah satu makhluk penghuni bumi ini adalah manusia, yang mana manusia itu adalah makhluk yang paling sempurna, yaitu memiliki akal dan hawa nafsu.

“Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”, Q. S At Tien: 4).

Namun kadangkala, manusia itu sendiri tidak pernah tau kalau dia itu makhluk yang sempurna dan makhluk yang paling baik Allah ciptakan, sehingga jangankan untuk mengenal Tuhan, mengenal dirinya saja ia tidak tau.

“Sungguh telah Kami muliakan anak cucu Adam dan telah Kami angkut mereka di daratan dan dilautan dan Kami beri rezeki mereka dengan yang biak-baik dan telah Kami lebihkan mereka dari semua ciptaan Kami dengan banyak kelebihan”, (Q. S. Al Isra’: 70).

Manusia dari sisi agama

Manusia adalah “hayawanun nathiqun”. Hayawanun  adalah mutaharrikun biquah (yang bergerak dengan kekuatan), sedangkan Nathiqun adalah mutafakkirun bi iradah (yang berfikir dengan kehendak). Jadi manusia itu makhluk yang bergerak dengan menggunakan kekuatan kemudian ia mampu berfikir dengan kehendaknya.

Manusia dari sisi definisi ini masih sangat umum, sehingga sebahagian mereka mendefinisi manusia itu lebih khusus dan lebih menjurus kepada hakikat diciptakan manusia itu sendiri.

“Manusia itu dua macam, yaitu ‘Alimun wa Muta’allimun (orang yang mengajar dan orang yang belajar), (‘Alim Muta’allim).

Dalam definisi ini, setiap makhluk yang sudah dikategorikan manusia, namun mereka tidak menganggap mereka sebagai manusia, karena kehidupan yang dijalani oleh mereka jauh dari hakikat diciptakan mereka, yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT.

 “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.
Maka apabila Aku Telah menyempurnakan kejadiannya, dan Telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud”, (Q. S Al Hijr: 28-29).

Kita tidak akan bisa tunduk dan bersujud kepada Allah SWT bila tidak mempunyai ilmu agama, dan ini yang membedakan manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Nilai ketaatan dan ibadaha manusia itu diukur dari seberapa besar pehamannya tentang agama, apakah dia itu cuma mengikuti (ta’liq)  buta, atau berdasarkan ilmu. Karena bentuk perhambaan manusia tidak akan diterima oleh Allah SWT bila ia tidak memiliki ilmu agama.

“Dari Ummul mukminin, Ummu 'Abdillah, ‘Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami ini yang bukan dari kami, maka dia tertolak", (Bukhari dan Muslim).

 Dalam riwayat Muslim : “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai urusan kami, maka dia tertolak”).

Manusia dari sisi sosial

Manusia juga makhluk hidup yang sangat keterkaitan dengan kehidupan sosial, bahkan manusia itu adalah pemeran utama dalam hubungan sosial.

Sebagai makhluk sosial manusia mempunyai dorongan atau motif untuk mengadakan hubungan dengan dirinya sendiri, sedangkan sebagai makhluk sosial manusia mempunyai dorongan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain, manusia mempunyai dorongan sosial. Dengan adanya dorongan atau motif sosial pada manusia, maka manusia akan mencari orang lain untuk mengadakan hubungan atau untuk mengadakan interaksi. Dengan demikian maka akan terjadilah interaksi antara manusia satu dengan manusia yang lain.

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan dia Maha mengetahui segala sesuatu”, (Q. S Albaqarah: 29).

“Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”, (Q. S Al ahzab: 72)

Ini membuktikan begitu berperannya manusia dalam kehidupan didunia ini, selain manusia itu adalah khalifah juga ia penanggung jawab atas apa yang tejadi didunia ini, karena manusia itu memiliki nafsu dan akal yang mempengaruhi hubungan sosialnya.

Kemampuan dan kebiasaan manusia berkelompok ini disebut juga dengan zoon politicon. Istilah manusia sebagi zoon politicon pertama kali dikemukakan oleh Aristoteles yang artinya manusia sebagai binatang politik. Manusia sebagai insan politik atau dalam istilah yang lebih populer manusia sebagi zoon politicon, mengandung makna bahwa manusia memiliki kemampuan untuk hidup berkelompok dengan manusia yang lain dalam suatu organisasi yang teratur, sistematis dan memiliki tujuan yang jelas, seperti negara. Sebagai insan politik, manusia memiliki nilai-nilai yang bisa dikembangkan untuk mempertahankan komunitasnya.

Kita sebagai manusia harus tau peran manusia itu sendiri, baik dari segi agama atau sosial, sehingga kita benar-benar dikategorikan manusia yang hakiki, bukan manusia cuma berwajah manusia.

Oleh: Joel Buloh

No comments:

Post a Comment