Hampir genap sembilan tahun perdamaian di
Aceh antara Gerakan Aceh Mardeka dengan Pemerintah Republik Indonesia, setelah
gejolak konflik puluhan tahun lalu, dan memakan banyak korban, mulai korban
material, mental, fisik, dan korban nyawa.
Perdamaian dambaan setiap insan didunia
ini, tanpa kecuali rakyat Aceh juga menginginkan perdamaian ini langgeng, sehingga
tiada lagi ada yang dikorbankan, tiada lagi letusan senjata api, tiada lagi
derap langkah sepatu boat pengintai mangsa yang membuat setiap jantung penghuni
rumah tua gemetar, seolah mereka tengah diintai oleh binatang Garda pemangsa
manusia (dongeng).
Nikmat perdamaian yang telah terbina
selama ini adalah anugerah yang sangat berharga, semestinya tiada kemunafikan
pada kita untuk mensyukurinya, dalam segala hal, kita semestinya
mengiplimentasikan rasa syukur itu, saling berbagi, menghargai dan bersatu
untuk kemajuan Aceh kedepan.
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu
memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih".
“Dan Musa berkata: "Jika kamu dan
orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari (nikmat Allah) Maka Sesungguhnya
Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji", (Q. S Ibrahim : 7-8).
Ketika seluruh lapisan masyarakat yang
ada di Aceh berkomitmen untuk menjaga perdamaian, maka ini bukan saja masalah
Aceh, namun masalah nasional yang mesti seluruh masyarakat Indonesia
mendukungnya, terlebih siapa pun yang menjabat sebagai presiden, dan ini akan
berlanjut bila presiden itu menjalankan amanah bangsa.
Presiden
Yang Amanah, Konsep Aceh Damai
Tidak lama lagi kita akan dihadapkan
dengan pemilihan Presiden, Sembilan Juli adalah hari yang sangat bersejarah
bagi rakyat Indonesia umumnya, dan rakyat Aceh khususnya, dimana sosok pemimpin
baru akan terpilih, kali ini rakyat Indonesia tidak memiliki banyak pilihan,
hanya dua kubu, yang satu berlatar belakang militer dan yang lainnya berlatar
belakang sipil.
Pilpres kali ini adalah PR yang sangat
berat bagi masyarakat Aceh dalam menentukan presiden pilihan mereka, karena
mereka dihadapkan dengan kelanggengan perdamaian Aceh yang telah terbina selama
ini, apalagi ada isu bermacam-macam dalam masyarakat, yang apabila si A
terpilih jadi presiden maka Aceh akan konflik lagi, dan berbagai macam isu
lainnya yang tak bertuan namun sudah berkembang dalam keseharian rakyat Aceh.
Prabowo Subianto – Hatta Rajasa dan
Jokowidodo – Jusuf Kala, dua pasang calon presiden yang disajikan pada sembilan
Juli mendatang, Prabowo merupakan
Letjen purnawirawan dan mantan Pangkostrad sedangkan Jokowi adalah politisi
dari partai PDI-P yang pimpinannya adalah Megawati.
Dari setiap
capres tersebut, mereka memiliki dukungan dari purnawirawan, ada purnawirawan
yang setia pada Prabowo antara lain ; Kivlan Zen, Glenny Kairupan, Sudrajat dan
lain-lain. Golongan ini sering dinamakan TNI Hijau (faksi/tentara Hijau).
Di kubu Jokowi, serombongan purnawirawan juga bertengger di sini. Ada Wiranto, Agum Gumelar, Adang Ruchiatna, Ryamizard Ryacudu dan terakhir Luhut Panjaitan. Golongan ini dinamakan TNI Merah Putih (faksi/tentara Merah Putih), (Daniel Zora-Okezone).
Di kubu Jokowi, serombongan purnawirawan juga bertengger di sini. Ada Wiranto, Agum Gumelar, Adang Ruchiatna, Ryamizard Ryacudu dan terakhir Luhut Panjaitan. Golongan ini dinamakan TNI Merah Putih (faksi/tentara Merah Putih), (Daniel Zora-Okezone).
Namun itu semua
tidak memberikan dampak apa-apa terhadap perdamaian Aceh bila salah satu dari
mereka terpilih menjadi orang nomor satu di Indonesia, bila mereka tetap
berkomitmen melestarikan perdamaian itu dan menjalankan amanah MoU sehingga
tiada dusta antara pemerintah pusat dan masyarakat Aceh.
Memang MoU itu
bukanlah segalanya, namun dengan MoU itulah yang membuat masyarakat Aceh merasa
tentram, yang dulunya hidup dengan penuh kewas-wasan, desingan peluru dan
dentuman bom, penculikan, pemukulan, dan pembunuhan, tapi sekarang rakyat hidup
dalam kedamaian, walau masih dalam masa transisi kedalam yang lebih maju dan
berdaulat.
Dengan
terpilihnya presiden pada pemilihan Juli mendatang, semoga siapapun yang
terpilih mampu menjalankan amanah MoU, agar keterpurukan mental dan ekonomi
masyarakat selama konflik bisa terbenahi, menjadikan Aceh yang madani yang
menjadi daerah produksi dengan seribu macam kekayaan alam mampu mensejahterakan
manusia yang mendiaminya.
Perdamaian Aceh Milik Masyarakat Aceh
Ketika berbicara
masalah perdamaian di Aceh, maka kita telah berbicara tentang seluruh lapisan
masyarakat Aceh, karena perdamaian yang berlanjut di Aceh itu bagaimana
masyarakat Aceh menjaga dan memapahnya. Dan ini sangat berpengaruh bagaimana
komitmen Pemerintah Aceh dalam menjaga perdamaian dan bagaimana komitmen
Pemerintah Aceh dalam memberi kesejahteraan kepada masyarakat Aceh. Kalau
Pemerintah Aceh hanya menjual janji palsu yang tersusun rapi dalam kampanyenya,
maka itu sama dengan membakar api didalam sekam, yang nantinya semua akan rugi
dan kita akan lebih terpuruk dari sekarang.
Perdamaian di
Aceh milik masyarakat Aceh, dan ini tidak bisa dimanipulasi oleh sebagian orang
atau sebagian kelompok, kalau rakyat Aceh ingin damai maka itu akan damai, dan
bila rakyat Aceh tidak ingin damai maka Aceh akan konflik, semuanya terserah
rakyat Aceh, sedangkan siapapun pihak ketiga itu tidak akan memberi bekas
apapun bila rakyat Aceh tetap pada komitmennya.
Ketika Presiden
terpilih, maka rakyat Aceh tetap pada posisinya, maju atau tidaknya tergantung
Pemerintahannya, buktinya Aceh telah lama dalam status Otonomi khusus yang
milyaran uang diplot pertahunnya, namun adakah dana penggunaan itu lebih banyak
untuk publik pemanfaatannya atau lebih banyak untuk aparatur, dalam 2027 maka
otsus di Aceh akan berakhir dan ini sebagai lampu merah bagi rakyat Aceh
umumnya, kalau saat otsus tidak sejahtera maka jangan harap saat kontrak otsus
habis rakyat lebih sejahtera.
Keterbukaan
informasi kepada publik sangat dibutuhkan oleh rakyat, setiap anggaran yang
diplot oleh setiap Dinas itu harus diketahui publik, jangan-jangan nama
kegiatan untuk publik namun dalam susunan renja malah uangnya mengalir untuk
aparatur, dengen keterbukaan dan saling menghargai adalah modal Aceh akan maju.
Oleh: Joel Buloh
No comments:
Post a Comment