Best Patner

Tuesday 4 November 2014

Mengisi Kemerdekaan Dengan Merevitalisasi Agama



 
Kemardekaan Indonesia telah berumur 69 tahun, masa itu bukanlah masa yang singkat, namun telah melewati setengah abad.

Dalam mengisi kemardekaan Indonesia, para pemuda sangatlah berperan, bahkan para pemudalah sebagai ujung tombak dalam memaknai kemardekaan itu, apalagi mereka adalah sebagai calon para pengambil kebijakan kelak.

Realita yang kita lihat sekarang, para pemuda di Indonesia memiliki bermacam tingkah laku dan karakter, ini semua kadang sehaluan dengan tujuan kemerdekan ataupun sebaliknya.

Bermacam model yang dilakukan pemuda dalam mengisi kemardekaan, mulai dari yang suka hura-hura dan berpesta pora, sampai dengan mereka yang taat menjalankan ibadah keagamaan agar kenikmatan kemerdekaan dapat dirasakan dengan sepenuh hati, dan merasuki dalam jiwa, sehingga mampu menghargai jasa para pahlawan yang telah berjuang habis-habisan.

Semakin penting suatu peristiwa akan semakin tinggi pula nilai simboliknya. Peristiwa yang memiliki nilai simbolik tinggi akan lebih mengandung makna dalam sejarah perjalanan bangsa, antara lain mengenai sejarah perjuangan bangsa dalam rangka merebut kemerdekaan.

Pepatah mengatakan, bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal sejarahnya. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang selama tiga setengah abad hidup dalam cengkeraman Belanda di tambah lagi hidup dalam penjajahan Jepang selama tiga setengah tahun. Kemudian, kemerdekaan yang kita raih adalah bukti nyata dari sebuah pengorbanan yang sangat besar dari semua komponen bangsa.


Peran Pemuda Dalam Mengisi Kemardekaan

Kemardekaan yang kita nikmati sekarang bukanlah hadiah dari penjajah, namun hasil perjuangan dan pengorbanan para pahlawan, sehingga sudah sepatunya kita semua elemen masyarakat berpartisipasi dalam mengisi kemardekaan dan mensyukurinya.

Pemuda mengisi dan berpartisipasi paska kemardekaan Indonesia dengan meningkatkan pengetahuan dan pendidikan, karena dengan modal pendidikan yang tinggi dan berakhlak mulia kemardekaan Indonesia yang telah berumur setengah abad lebih mampu termaknai dengan baik.

“Dan kami meneguhkan hati mereka diwaktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, "Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, Sesungguhnya kami kalau demikian Telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran", (Q. S. Al-Kahfi: 14).

Dengan menempuh pendidikan yang demikian, maka para pemuda telah berperan dalam mengisi kemardekaan sebagaimana harapan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, “Mencerdeskan kehidupan bangsa”.

Dan mereka berhak dan berkewajiban menjaga perdamaian, mulai disekolah dan universitas tempat mereka menuntut ilmu, sehingga benar-benar mereka berperan dalam mengisi kemardekaan, namun itu semua tidak terlepas dari merevitalisasi agama.

Akhlak yang mulia tidak akan ada bila para pemuda tidak memiliki proses keagamaan yang baik, sifat relegius yang kental sangat mempengaruhi kelakuan dan sikap para pemuda itu sendiri.

Dalam perspektif bangsa, perjuangan kemerdekaan dipelopori oleh para pemuda. Angkatan 98 saat itu mampu menumbangkan Orde Baru, angkatan 66 berhasil mengakhiri Orde Lama. Jika kita telusuri lebih jauh dan bertemu dengan angkatan 45 yang memelopori perjuangan kemerdekaan hingga angkatan 28 yang memelopori persatuan nasional melalui Sumpah Pemuda.

Merevitalisasi Agama Untuk Membentuk Karakter Pemuda

Agama adalah sebagai wadah pembentukan karakter dan akhlak, karena agama mengarah manusia kejalan yang lebih baik dan benar, dengan agama manusia akan terarah dan terpetunjuk.

”Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Al Qur’an dan mengajarkannya”, (HR. Bukhari).

Revitalis agama yang kuat dalam kehidupan pemuda akan mampu membentuk pemuda Indonesia yang bertanggung jawab, sehingga mereka mampu memahami dan memaknai kemardekaan dengan sebenarnya.

proses pendalaman pemahaman agama dan pengkajian tentang Islam merupakan langkah pasti dalam membentuk karakter yang benar-benar berkarakter, sebagaimana harapan Islam itu sendiri.

Setiap pemuda itu memiliki karakternya sendiri, namun kadang karakter yang mereka miliki tidak sesuai dengan tuntunan agama bahkan terjadi penyelewangan yang sangat signifikan.

Mendalami Islam langkah pasti dalam mengisi kemardekaan Indonesia, karena tidak akan bermakna kemardekaan itu bila suatu negara dihuni oleh manusia-manusia bejat dan berjiwa kerdil, walau umur kemardekaan itu sendiri sudah 69 tahun.

Dari fenomena yang kita lihat dan begitu banyaknya Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia, namun masih banyaknya penduduk Indonesia yang berada dibawah garis kemiskinan.

Kekayaan cuma buat beberapa orang yang memiliki kekuasaan dan jabatan, padahal mereka juga dipilih dan digaji dengan uang rakyat, mereka para sarjana dan doktor yang telah mengenyam pendidikan begitu dalamnya, ini membuktikan mereka tidak memiliki karakter yang baik, apalagi sifat nasionalis dari mereka.

”Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan Akherat, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu”, (HR. Turmudzi).

Merevitalisasi agama kepada pemuda sangat diperlukan, agar mereka benar-benar menjadi rakyat Indonesia yang berjiwa nasionalis, bahkan mampu mempertanggungjawabkan makna kemerdekaan itu dihadapan khalik pencipta alam ini.


Partisipasi Pemuda Aceh Dalam Memaknai Kemardekaan

Aceh adalah salah satu provinsi yang ada diujung paling barat dari Indonesia, dan disana dihuni oleh beberapa suku, yang kesemuanya itu dinamakan masyarakat Aceh.

Dalam meraih kemardekaan Indonesia, Aceh sangat berperan, bahkan dunia hanya mengetahui Acehlah Indonesia itu, saat hampir semua daerah Indonesia tenggelam dalam jajahan Belanda, maka saat itulah Radio Rimba Raya di Aceh mengumumkan kemardekaan Indonesia.

Aceh juga telah menyumbang 38 Kg emas murni untuk dipajang di puncak tugu Monas dan Aceh juga membeli kapal Siwah Agam sebagai hadiah.

Walau pasca kemardekaan Indonesia, Aceh pernah bergejolak pada tahun 1976 sampai dengan 2004 meminta kemardekaan, dan hampir 30 tahun Aceh bergejolak konflik antara Pemerintah Indonesia dan rakyat Aceh.

Konflik yang begitu panjang tidak mengubah karakter dan sifat masyarakat Aceh yang Nasionalis, sehingga pembantaian yang begitu banyak terhadap rakyat Aceh telah mereka maafkan dengan penandatangan MoU Helsinky 15 Agustus 2004.

Sebagai bukti kenasionalis masyarakat Aceh dan dalam mengisi kemardekaan Indonesia, banyak mantan kombatan Aceh Mardeka yang berpartisipasi dalam tumpuk Pemerintahan Indonesia, yaitu dengan menjadi Gubernur, DPR dan Walikota/Bupati di berbagai Kabupaten/kota di Aceh.

Pembentukan Partai Lokal (Parlok) dan mengirim putra daerah Aceh sebagai utusan di DPR RI dan DPD adalah sebagai bukti nyata bahwa masyarakat Aceh telah mengambil andil dalam memaknai kemardekaan Indonesia.

Bahkan pada Pilpres 2014 kemarin, beberapa Parlok di Aceh secara langsung berkoalisi dengan Parnas dalam melanjutkan perjuangan politik, dan ini bukti nyata pemuda Aceh begitu antusias dalam mengisi kemardekaan, apalagi setiap 17-an Agustus hampir seluru pelosok Aceh mengadakan kegiatan perlombaan untuk memeriahkan kemardekaan Negara Republik Indonesia.

Dengan begitu berperannya pemuda Aceh dalam mengisi kemardekaan Indonesia, semoga Pemerintah Pusat tidak berpernah berbohong dan mengkhianati ketulusan hati masyarakat Aceh, sehingga apa yang diamanahkan rakyat Aceh dapat dinikmati seluruh pemuda dan mereka merasa kemardekaan Indonesia adalah kemardekaan mareka semua.

Oleh: Joel Buloh

No comments:

Post a Comment