Best Patner

Tuesday 4 November 2014

Qurban atau Korban



          Salah satu ibadah sunnat yang sangat diperintahkan oleh agama adalah untuk melaksanakan berqurban, qurban adalah hewan yang dipotong dalam rangka taqarrub kepada Allah, berkenaan dengan tibanya ‘Aidul Adhha atau yaumun nahr , pada tanggal 10 Dzulhijjah. Perintah berqurban adalah berdasarkan firman Allah SWT, hadits Rasulullah SAW, dan ijma’ ulama.

“Diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu ‘anhu bahwasanya dia berkata, “Saya menghadiri shalat idul-Adha bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di mushalla (tanah lapang). Setelah beliau berkhutbah, beliau turun dari mimbarnya dan didatangkan kepadanya seekor kambing. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelihnya dengan tangannya, sambil mengatakan: Dengan nama Allah. Allah Maha Besar. Kambing ini dariku dan dari orang-orang yang belum menyembelih di kalangan umatku”.

Dari Al-Barra bin Azib Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah kepada kami di hari raya kurban, lalu beliau berkata, ‘Janganlah seorang pun (dari kalian) menyembelih sampai di selesai shalat’. Seseorang berkata, ‘Aku memiliki inaq laban, ia lebih baik dari dua ekor kambing pedaging’. Beliau berkata, ‘Silahkan disembelih dan tidk sah jadz’ah dari seorang setelahmu”

“Yang benar bahwa yang dimaksud dengan an-nadr adalah menyembelih kurban, yaitu menyembelih unta dan sejenisnya”, (Ibnu Katsir).

Rasulullah SAW sangat menganjurkan umat Islam untuk berqurban, dan seandainya tidak merasa bagi bagi umat-Nya, maka sungguh qurban itu akan diwajibkannya, sebagaimana berlaku kepada-Nya.

Dari Abu Hurairah, beliau berkata: “Barang siapa mendapatkan kelapangan tetapi tidak berqurban, maka janganlah dia mendekati tempat shalat kami”.

“Kami berwuquf di ‘Arafah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saya mendengar beliau berkata, ‘Wahai manusia! Setiap satu keluarga di setiap tahun harus menyembelih dan juga Al-‘Atiirah. Apakah kamu tahu apa itu Al-‘Atiirah? Dia adalah yang dinamakan Ar-Rajabiyah”, (H. R. Mikhnaf bin Sulaim Al-Ghamidi).

Berqurban atau berkorban

Dalam melaksanakan ibadah qurban banyak hal yang perlu diperhatikan, baik disegi tata cara berqurban sampai dengan hewan yang akan dijadikan qurban. Karena apabila salah dalam melaksanakan qurban, bukan nilai ibadah yang kita dapatkan, namun kita hanya berkorban.

Hewan yang kita qurbankan, tak satu bagianpun yang akan sampai kepada Allah, baik daging, darah, dan bulu binatang qurban, namun apa yang kita lakukan itu hanya nilai keikhlasan yang kita peroleh.

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapai-Nya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kalian supaya kalian mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kalian. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik”, (Q. S Al Hajj: 37).

Nilai qurban yang akan sampai kepada Allah adalah nilai ikhlas dan taqwa seseorang, bukan apa yang telah ia qurbankan, sehingga seorang yang berqurban seekor kambing akan sama nilainya dengan orang yang berqurban unta, bila sama-sama memiliki keikhlasan yang sama.

“Demikianlah (perintah Allah). dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, Maka Sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati”, (Q. S Al Hajj: 32).

Jangan sampai ibadah qurban yang kita lakukan ini dikotori oleh noda-noda riya’ (ingin pamer dengan sengaja memperlihatkan amalan tersebut kepada orang lain), atau kotoran sum’ah (sengaja menebarkan amalan yang ia perbuat agar orang lain mendengarnya). Demikian juga jangan sampai menjalankan ibadah qurban hanya semata-mata karena menjaga adat, tradisi, dan kebiasaan keluarganya sejak dahulu. Ini semua adalah niat yang tidak benar dan harus dijauhi.

Karena apabila yang demikian yang kita lakukan, maka walau terlihat secara kasad mata kita telah berqurban, namun hakikatnya kita tidak akan pernah mendapat nilai qurban itu sendiri, kecuali kita hanya berkorban.

“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua dan tidak diterima dari yang lain. Ia (putra Nabi Adam yang tidak diterima kurbannya) berkata: “Aku pasti membunuhmu!” Berkata pula (putra Nabi Adam yang diterima kurbannya): “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa.” (Q. S Al-Maidah: 27).

Di samping itu, ia harus membuang jauh-jauh sikap dan perasaan bangga diri, sombong, dan merendahkan saudaranya yang belum diberi kelapangan oleh Allah untuk berqurban.

“Yang dikehendaki dari ibadah qurban di sini bukanlah semata-mata menyembelih saja, daging-daging dan darah-darah hewan qurban itu tidak akan sampai kepada Allah sedikitpun, karena Dia adalah Dzat yang Maha Kaya dan Maha Terpuji. Namun yang sampai kepada Allah adalah keikhlasan, pengharapan dalam meraih pahala, serta niat yang baik ketika menyembelih qurban. Oleh karena itulah Allah subhanahu wa ta’ala tegaskan dalam ayat-Nya,“Tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapai-Nya”,”, (Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di).

Oleh: Joel Buloh

No comments:

Post a Comment