Best Patner

Sunday 18 May 2014

Aceh Krisis Identitas



Aceh Abad Ke-16

Pada Masa Kerajaan Iskandar Muda di Aceh
yang dimulai pada tahun 1607 Masehi sampai dengan 1636 Masehi, merupakan masa yang sangat gemilang, Aceh merupakan negeri yang sangat kaya dan makmur. Pada saat itu telah menjalin kerja sama dengan kerajaan – kerajaan barat, termasuk kerajaan Inggris, Ottoman dan Belanda.

Raja Aceh digelar Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam, kerajaan Aceh berkembang sebagai kerajaan Islam dan mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Perkembangan pesat yang dicapai Kerajaan Aceh tidak lepas dari letak kerajaannya yang strategis, yaitu di Pulau Sumatera bagian utara dan dekat jalur pelayaran perdagangan internasional pada masa itu  (http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbaceh/2013/10/31/ sekilas-sejarah-aceh-abad-ke-16-penulis-nurdin-s-sos-staf-pemugaran-bpcb-aceh/).

Pada saat itu Aceh memegang peran yang sangat penting terhadap kerajaan – kerajaan International, yaitu sebagai daerah transit barang – barang komoditi dari Timur ke Barat, begitu juga sebaliknya. Melalui jalur perdagangan inilah Islam masuk ke Aceh dan mengental, sehingga Aceh mendapat sebutan dengan Serambi Mekkah.

Islam Di Aceh
Islam di Aceh merupakan agama yang dianut oleh mayoritas penduduk Aceh. Banyak ahli sejarah baik dalam maupun luar negeri yang berpendapat bahwa agama Islam pertama sekali masuk ke Indonesia melalui Aceh.

Keterangan Marco Polo yang singgah di Perlak pada tahun 1292 menyatakan bahwa negeri itu sudah menganut agama Islam. Begitu juga Samudera-Pasai, berdasarkan makam yang diketemukan di bekas kerajaan tersebut dan berita sumber-sumber yang ada seperti yang sudah kita uraikan bahwa kerajaan ini sudah menjadi kerajaan Islam sekitar 1270.

Tentang sejarah perkembangan Islam di daerah Aceh pada zaman-zaman permulaan itu petunjuk yang ada selain yang telah kita sebutkan pada bagian-bagian yang lalu ada pada naskah-naskah yang berasal dari dalam negeri sendiri seperti Kitab Sejarah Melayu, Hikayat Raja-Raja Pasai. Menurut kedua kitab tersebut, seorang mubaligh yang bernama Syekh Ismail telah datang dari Mekkah sengaja menuju Samudera untuk mengislamkan penduduk di sana. Sesudah menyebarkan agama Islam di Aceh, Syekh Ismail pun pulang kembali ke Mekkah, (Wikipedia).

Menurut A. Hasyimy, kerajaan Islam pertama di Sumatera Utara adalah Kerajaan Perlak yang muncul pada abad ke-9 Masehi (Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh). Kerajaan Perlak mempunyai pengaruh keislaman bagi daerah-daerah di sekitarnya. Banyak ulama Perlak yang berhasil menyebarkan Islam ke luar Perlak, misalnya sekelompok Da’i Perlak dapat mengislamkan raja Benua. Para ulama Perlak, tokoh-tokoh, pemimpin, dan keluarga raja Perlak banyak yang pindah ke Lingga setelah penyerangan Sriwijaya, sehingga mereka membentuk masyarakat Muslim di sana dan dengan demikian maka berdirilah kerajaan Islam Lingga. Selain Perlak, kerajaan Islam yang terpenting di Sumatera Utara adalah Samudera. Sumber-sumber Cina menyebutkan bahwa pada tahun 1282 kerajaan kecil Samudera telah mengirim duta-duta dengan nama muslim.

Islam bukanlah sesuatu yang baru di Aceh, namun Islam telah ada di Aceh sejak abad ke-9 Masehi, jadi syariat Islam bukanlah hasil ciptaan pemerintah Aceh sekarang yang ditakuti oleh semua elemen masyarakat, namun syariat Islam adalah penegakan hukum di kerajaan-kerajaan di Aceh dulu.

Ketika Islam telah berdarah daging dengan suatu daerah, maka daerah itu akan menerapkan Syariat Islam, bahkan di Aceh dulu adalah kerajaan yang menerapkan Syariat Islam, ini terbukti dengan semboyan “Adat bak Po Teumeuruhom, Hukom bak Syiah Kuala, Qanun bak Putroe Phang, Reusam bak Laksamana”.


Kehidupan Masyarakat Aceh Sekarang
Kita melihat sekarang perkembangan Islam di Aceh sungguh sangat jauh dari harapan, laksana jauh panggang dari api, ini membuktikan Islam makin dangkal di Aceh, bahkan kebanyakan kita alergi dengan syariat Islam itu sendiri.

Dayah-dayah di Aceh tempat menimba ilmu agama Islam sudah sangat sedikit peminatnya, bahkan kebanyakan masyarakat sekarang berasumsi bahwa bila anak kita titipkan pada pesantren murni (Dayah Salafi) maka anak-anaknya tidak mempunyai masa depan. Padahal kita telah mengetahuinya bahwa masa depan yang hakiki adalah kebahagiaan dunia dan akhirat.

Selain itu, cara kita hidup sehari-hari pun sudah jauh dari pada budaya Islam sendiri, mulai pergaulan, pakaian, berbicara, dan dalam melakukan sesuatu. Pelemparan kepala Satpol PP Langsa beberapa hari lalu saat memperingati tidak boleh ada keyboard tengah malam (Serambi), wanita terjaring razia pakaian ketat di Meulaboh, praktik seks bebas, dan penjualan wanita keluar Aceh.

Kita dapat melihat sendiri bagaimana perkembangan Islam di Aceh sekarang, didaerah kita sendiri berapa banyak terdengar suara-suara lantunan Al Quran setelah shalat Megrib, hampir tidak ada rumah-rumah yang terdengar membaca Al Quran, siang, malam, pagi, dan megrib hanya suara musik dan televisi yang banyak terdengar.

Allah tidak pernah menyebutkan didalam Quran dan Nabi pun tidak pernah menjelaskan dalam suatu Hadits bahwa Islam akan kekal di Aceh sampai kiamat, tidak ada satu jaminan pun Islam akan utuh di Aceh, walau Aceh adalah daerah pertama masuk Islam di Asia dan Aceh dinamakan dengan Serambi Mekkah. Semuanya tergantung kita masyarakat Aceh, bila kepada Syariat Islam kita alergi dan penerapan Syariat Islam hanya dimulut dan sebagai proyek para pejabat, jangan pernah berharap Islam akan jaya di Aceh seperti dulu, bahkan suatu saat orang Aceh akan merasa minder dan terheran-heran dengan Islam itu sendiri. Ingat sejarah Islam di Spanyol dulu, dan bagaimanakah Spanyol sekarang.

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan. “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. Dan Musa berkata: “Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari (ni’mat Allah) maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (QS: Ibrahim:7-8).
Al Makki bin Ibrahim telah mengabarkan kepada kami dan dia berkata, Abdullah bin Sa’id telah mengabarkan kepada kami (dan dia (Sa’id) adalah anak dari Abi Hind) dan dia meriwayatkan dari ayahnya, ayahnya meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas ra, Ibnu ‘Abbas telah berkata : Rasulullah bersabda, “Ada dua kenikmatan, banyak manusia menjadi merugi gara-gara dua kenikmatan ini, yaitu; nikmat kesehatan dan nikmat waktu luang.”
(H.R. Bukhari).

Oleh: Zulkifli (Joel Buloh)

No comments:

Post a Comment